'/>
Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out
Tampilkan postingan dengan label Kabar Lainnya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kabar Lainnya. Tampilkan semua postingan

BPK Desak Pemerintah hentikan Pemberian izin Tambang

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendesak pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan moratorium perizinan pertambangan dan perkebunan di Tanah Air.
Hal itu ditegaskan Ali Masykur Musa, anggota BPK RI yang membidangi lingkungan hidup, di sela-sela seminar lingkungan internasional bertema Wetlands Enviromental Management and Green Economy di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (20/9).


read more

Mengapa Publik Wajib Mengawasi APBD

APBD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dokumen perencanaan pembangunan yang paling kongkrit yang menunjukan prioritas dan arah kebijakan pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran. Kenapa paling kongkrit ? Karena anggaran adalah kebijakan operasional yang merupakan turunan dari strategi pembangunan pemerintah sesuai visi, misi, program pembangunan yang ditetapkan.
Pada hakikatnya APBD dapat dikatakan sebagai anggaran untuk sektor publik yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik (baca: masyarakat/rakyat) dan orientasinya tidak lain adalah menuju kerah terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah, anggaran untuk sektor publik ini pengelolaannya dimandatkan kepada pemerintah daerah oleh publik.
Melihat hakikat tersebut di atas, maka secara otomatis sebenarnya publik mempunyai hak dan wajib mengawasi pelaksanaan APBD. Bahkan tidak hanya mengawasi pelaksanaannya, tetapi pada saat proses penyusunan APBD, publik wajib untuk berpartisipasi aktif dalam prosesnya. Terkait dengan pengawasan publik terhadap pelaksanaan APBD, ada sebuah pertanyaan yang sering dilontarkan terutama oleh aparat pemerintah atau pejabat publik, yaitu apa kepentingan dan manfaatnya apabila publik mengawasi pelaksanaan APBD ?
Mengetahui konsistensi antara perencanaan dan penganggaran daerah dengan realisasi pelaksanaan perencanaan dan penganggaran tersebut adalah penting diketahui oleh publik dalam kaitannya dengan pengawasan APBD. Memastikan bahwa alokasi anggaran untuk kepentingan publik sudah dilaksanakan secara efisien dan efektif, dalam hal ini pelaksanaan APBD tersebut tidak terjadi pemborosan, tepat sasaran, dan memberikan dampak yang positif serta manfaat yang berarti bagi kepentingan publik merupakan suatu hal yang juga penting diketahui oleh publik terkait pengawasan APBD. Kemudian hal yang terpenting bagi publik dalam mengawasi pelaksanaan APBD adalah memastikan bahwa APBD yang sudah ditetapkan yang pada hakikatnya adalah anggaran bagi sektor publik, dalam pelaksanaannya tidak diselewengkan atau dimanfaatkan bagi kepentingan pribadi oleh oknum pejabat publik.
Memberikan jaminan bahwa publik mendapatkan barang dan jasa publik yang berkualitas merupakan manfaat bagi publik dalam upayanya mengawasi pelaksanaan APBD, disamping terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat dalam pelayanan publik yang berkualitas. Kemudian manfaat apabila publik secara intens mengawasi pelaksanaan APBD adalah praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pemanfaatan anggaran publik dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga dapat mewujudkan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik atau Good Governance.
Pada praktek atau implementasinya, pengawasan APBD tidak lepas kaitannya dengan ketersediaan dan aksesbilitas dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran seperti antara lain Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafon Anggran (PPA), Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) APBD, serta Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD). Ketersediaan dan aksesbilitas dokumen-dokumen inilah yang selama ini menjadi tantangan dalam pengawasan APBD, karena adanya paradigma terutama di kalangan aparat pemerintah atau pejabat publik yang menyatakan bahwa berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran tersebut merupakan dokumen yang bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik.
Dengan telah diterbitakannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau UU KIP, yang secara efektif mulai berlaku pada tanggal 30 April tahun 2010 lalu, maka secara legal formal sudah ada jaminan bagi publik dalam mengakses atau mendapatkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran. Meskipun sampai saat ini masih tetap ada paradigma di kalangan aparat pemerintah atau pejabat publik yang menyatakan bahwa berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran tersebut merupakan dokumen yang bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik. Tetapi apabila kita tetap konsisten menggunakan argumen UU KIP tersebut, maka paradigma dokumen rahasia tersebut dapat kita patahkan sesuai ketentuan UU KIP.
Dan yang lebih penting lagi adalah dengan adanya UU KIP, dokumen-dokumen yang terkait dengan anggaran seperti yang telah disebutkan di atas merupakan dokumen-dokumen yang wajib disediakan dan dapat diakses oleh publik. Sehingga apabila ada upaya publik untuk mengakses dokumen-dokumen anggaran tersebut tetapi tidak dikabulkan atau ditolak oleh aparat pemerintah atau pejabat publik, maka publik dapat mengadukannya ke Komisi Infomasi baik yang ada di daerah maupun di pusat. Kemudian apabila ada keputusan Komisi Infomasi yang menyatakan bahwa permohonan informasi tersebut diterima tetapi tidak dilaksanakan oleh aparat pemerintah atau pejabat publik, maka mereka dapat digugat ke pengadilan karena dianggap menghalangi dan/atau mengabaikan keputusan Komisi Informasi yang mana dalam UU KIP tindakan tersebut dianggap melakukan perbuatan pidana.
Dengan dapat diaksesnya dokumen-dokumen yang terkait dengan anggaran, upaya pengawasan APBD oleh publik dapat dilaksanakan dengan terencana, terarah, dan efektif. Sehingga partisipasi publik dalam proses penyelenggaraan pemerintahan guna mewujudkan suatu pemerintahan yang baik, bersih, dan peduli dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, dapat dilaksanakan dengan baik serta sesuai dengan hak dan kewajibannya. 
Sumber :http://rivan-prahasya.blogspot.com

read more

Laba-laba sedang memasang jaring :”Tower Bukan Pohon pisang”

Bukan hanya minggu, juga bulan, tapi telah bertahun-tahun perempuan itu tak lagi tidur nyenyak dimalam hari. Siang pun demikian, wajahnya yang nampak pucat mewakili tubuhnya yang tak terlalu kekar  telah menitipkan tanah garapannya pada seorang  lelaki,  saudara kandung.  Lantaran, separuh penduduk desa menitipkan “segunung tanggung jawab”  padanya. Ia adalah Betti, perempuan ini sedang berusaha jadi penyambung lidah keresahan warga sekampung, desa Peura. Lantaran itu, ia pun kini telah pandai menulis surat, menyatakan kecaman moral, walaupun mungkin, tak terlalu memikat bagi para akademisi, apalagi si pembuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Betty sebutan wanita diatas tentu jadi pertanyaan? yang tak mungkin bersaudara dengan kabel  listrik, apalagi tower, yang senyawa baja. Orang lain boleh  berkata dan membicarakan adanya manfaat atau tidak. Bagi warga Peura, menolak pembangunan Tower yang melintasi desa mereka merupakan manifestasi hidup, yang secara sederhana tak memerlukan banyak teori, apalagi fatwa untuk membenarkannya.  Lebih jelas lagi, ibu Betti berkata”Tanam Tower tidak sama dengan tanam pohon pisang. Kalau pohon pisang sewaktu-waktu bermasalah, atau  berdampak, dengan muda saja pindahkan, kalau tower Sutet yang sudah beraliran listrik bermasalah, bagaimana cara memindahkannya?”.
Sembari mengusap-ngusap matanya yang digenangi air , sesekali juga memijit jidat. Itu bukan sebuah pandangan drama, malam itu bersama Sinto, Betti mendatangi kami yang tengah berkumpul di sebuah kantor LSM lokal Tentena. Kebetulan drama menegangkan sedang berusaha diorbitkan oleh para tetua mesin, calon-calon juragan listrik, yang tanpa permisi seenaknya  menganiaya sungai Sulewana.  Siang hari pertemuan kesekian kalinya antara pihak poso energi dengan masyarakat Peura dilakukan.
Naasnya, kali ini perusahaan tak lagi berbujuk rayu  dan bermanis komitmen, tapi justru berusaha membangun suasana tak sedap. Warga diprovokasi dengan upah 35.000 untuk sehari angkat material, yang ditahan warga dipintu desa. Bukan hanya itu, uang 35.000 ini juga telah berhasil membangun kelompok drumband tanpa latihan, berjalan seirama, sambil memukul ember.  Sebagai sebuah petanda konfrontasi pada kelompok penolak pembangunan Tower.  Tidak hanya itu, dipintu desa juga dipasang sebuah spanduk atas nama warga Peura cetakan printing bertulis”LSM dilarang masuk karena telah menciptakan dishamorniasi dan memecah persatuan antar warga”.
Sejak tahun 2006, saat masa-masa konflik bermasker agama mulai redah ditanah Poso  Kawat-kawat telah diulur memanjang dari arah hulu sungai. Melintasi pepohonan khas hutan tropis,  yang nampak seakan-akan jadi spesies baru dibibir danau Poso. Itu adalah instalasi listrik, PT Poso energi memilikinya secara mutlak setelah para pejabat Sulawesi Tengah memberikan konsesi bendung air (DAM) bagi produksi energi perusahaan keluarga Kalla tersebut.
 
Dan sejak itu pula, rencana pelintasan transmisi didalam perkampungan Peura dipaksakan oleh Poso Energi. Alasan ekonomi tentu saja, konon kabarnya milyaran rupiah akan ditelan percuma oleh Poso energi jika hendak memindahkan tower seperti saran warga Peura. Inilah ciri khas investasi yang katanya padat modal, tak ingin berencana rugi, sekalipun jiwa penduduk dianggap tak lebih mahal apalagi sepadan dengan gulungan kawat, atau pun rangka baja yang menuding kelangit.
Proyek yang telah memperkosa hal ulayat warga pamona secara murah tanpa kompensasi ini, tak pernah menyodorkan fakta temuan Amdal, apalagi memberikan pengakuan aspirasi pada warga Peura. Sejauh ini Ibu Betty dan kawan-kawan dibawa dalam komunikasi negatif khas Public Relations (PR) meliputi: pertemuan ke pertemuan, ancaman pidana, pencemaran nama baik, dan saling sikut antar warga.  Dan sama sekali tidak peduli dengan alasan-alasan sosial penolakan warga.
Bagaimana dengan pemangku jabatan pemerintahan, mungkin itu sudah pertanyaan usang bagi pencari keadilan seperti Ibu Betti. Kemana lagi aspirasi ini akan dibawah? jika saja tak dituduh sebagai provokator dengan ancaman pasal-pasal, mungkin negara tak lagi merasa punya hubungan dengan rakyat. Untung sekali bagi mereka yang dilahirkan ditanah itu, desa Peura, mereka telah memahami betapa penguasa (modal-politik) negeri ini setiap waktu hanya menyuburkan penderitaan. Jika pun demikian, maka kita yang masih menjadi manusia tak perlu banyak analisis untuk mendukung perjuangan ini, cukup bertanya saja, kenapa kita tak bersama-sama mereka?
Oleh: Andika (JATAM Sulteng)


read more

Jelang Penilaian ADIPURA Pemerintah Tetap Optimis Meski Dikritik

Donggala-Jelang pelaksanaan tahapan untuk anugrah Adipura 2012 di Kota Donggala yang dimulai 25 oktober pekan depan, aktivis lingkungan di Donggala mengungkapkan kritikan. Mereka menilai upaya yang dilakukan pemerintah untuk Adipura tidak partisipatif."Selama ini gerakan kebersihan lingkungan tidak dibarengi dengan penyadaran secara kolektif dan partisipatif masyarakat membersihkan lingkungan dengan kesadaran penuh," Kata Iwan Sulaeman seorang pemerhati lingkungan di Donggala, Senin (18/10).
Menurut Iwan, jangan hanya karena adanya petugas khusus kebersihan yang diperuntukan bekerja berdasarkan anggaran yang di sediakan lewat APBD sehingga Adipura bisa diperoleh. Namun tidak dilakukan sosialisasi ke masyarakat luas untuk penyadaran pentingnya melestarikan lingkungan, sehingga dikhawatirkan terjadi ketergantungan semata.
"Pemerintah harus memprioritaskan pula gerakan kampanye pelestarian lingkungan dengan memperbanyak sosialisasi tentang Undang-Undang dan peraturan daerah untuk lingkungan dan diperbanyak kader-kader sadar lingkungan hidup ditengah masyarakat," ujarnya.
Krtikan serupa datang dari Andi Anwar dari Yayasan Bone Bula yang bergerak pada advokasi lingkungan. Dia menilai Adipura diperoleh lebih didominasi dari intensitas pemerintah bersama masyarakat melakukan pembersihan dan penataan lingkungan secara sadar dan gotong royong. Namun tidak sedikit pula sebagian orang mengaggap Adipura belum layak didapatkan, alasannya masih banyak persoalan lingkungan yang belum terselesaikan di Donggala.
Sementara itu Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Donggala, Ibrahim Drakel yang dihubungi terpisah membantah, kalau adipura diperoleh hanya karena adanya petugas kebersihan yang memiliki anggaran dari pemerintah.
"Soal petugas kebersihan itu sejak lama sudah ada dan mereka bekerja bukan karena hanya untuk urusan perolehan Adipura bagi Kota Donggala. Apalagi soal kebersihan lingkungan yang selama ini sudah merupakan komitmen bersama dan adanya anugerah Adipura merupakan pencapaian dari suatu komitmen bersama bersama yang patut dipertahankan,"ungkapnya.
"Adanya partisipasi dan rasa tangggung jawab bersama dalam menjaga keberhasilan lingkungan, niscaya   Adipura bisa diperoleh kembali. Sebab itu tergantung pada partisipasi masyarakat, sementara pemerintah hanya mendorong dan menfasilitasi dengan memberi penyuluhan dan menyediakan sarana," ujarnya.
Ibrahim mengakui kalau saat ini ada banyak tantangan yang jadi kendala, diantaranya masalah ternak kambing dan sapi milik warga yang belum dikandangkan. " Kendala lainnya, masih adanya orang-orang yang bertangan jahil mematahkan tumbuhan yang ada di jalan dan kadang memotong pohon yang sengaja ditanam," tandasnya.(Jamrin AB)
(Sumber : Media Alkhairaat/19 Oktober 2010)

read more

KLH Perluas Aspek Lingkungan Hidup Program Adipura 2011

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) 2010-2011 akan memperluas penilaian aspek lingkungan hidup Program Adipura. Dari yang semula dua aspek yaitu pengelolaan kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi empat aspek yaitu kebersihan, RTH, pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran udara.
 “Penambahan aspek penilaian ini akan membuat Program Adipura akan makin kompetitif dan menuju standar kualitas lingkungan yang sesuai dengan persepsi masyarakat,” kata Gusti Muhammad Hatta sebagai Menteri Lingkungan Hidup saat konferensi pers di kantor KLH, Jakarta (26/8).

Selain itu juga dalam upaya pemerintah mencapai eco-city dimana ada eco-office, green building, eco-transportation dan untuk mencegah pemanasan global (global warming). Dalam hal ini bagaimana sampah diolah, banyaknya tanaman, pemanfaatan energi ramah lingkungan seperti matahari dan sebagainya.

Menurut Gusti, penilaian aspek pencemaran udara diperuntukkan bagi kota metropolitan dan besar. Sedangkan aspek pencemaran air akan diperuntukkan bagi semua kota. Adanya penambahan aspek penilaian ini, Gusti mengaku akan semakin memperkecil jumlah kota yang mendapat penghargaan Adipura.
“Tapi para peserta tidak perlu kecewa karena penambahan parameter ini,” kata Gusti.
Beberapa kota yang mempunyai kondisi badan air atau sungai yang buruk seperti Jakarta dan Banjarmasin (kota-kota di Kalimantan Timur yang tercemar oleh tambang batubara) akan mendapatkan koreksi dan pemantauan agar bisa memperbaiki. Selain itu kota-kota tersebut juga bisa meningkatkan kualitas aspek lainnya untuk meningkatkan hasil penilaian.
Menurut Hermien Roosita sebagai Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dalam penilaian ini yang turut menentukan juga adalah keikutsertaan masyarakat secara aktif untuk pelaksanaan program 3R (reduce, reuse, recycle), keteduhan ruang terbuka hijau dan tata ruang kota. Di sini masyarakat juga ambil bagian dalam penilaian. Hasil penilaian masyarakat sebagai tim penilai atau pemantau terhadap aspek-aspek Program Adipura akan diberikan kepada Tim Pembina untuk melihat mana kota yang bisa mendapat Adipura.

Selanjutnya Tim Pembina akan menyerahkan hasil penilaiannya kepada Tim Pengarah dan Dewan Adipura yang terdiri dari para pakar lingkungan hidup dan budayawan. Tim Pengarah dan Dewan Adipura akan menyerahkan hasil penilaiannya kepada Menteri Lingkungan Hidup yang akan melaporkannya pada Presiden.
Agar masyarakat yang terdiri dari perwakilan kelompok masyarakat ini bisa melakukan penilaian sesuai standard, maka KLH akan melakukan sosialisasi dan pelatihan penilaian. Untuk menentukan kriteria-kriteria kota yang layak mendapatkan penghargaan, KLH juga akan mengundang para pakar dan pemerintah daerah provinsi.

Tidak Sulit
Dijelaskan Hermin bahwa penambahan aspek penilaian ini tidak akan mempersulit kota-kota untuk mendapatkan Adipura. Beberapa kota seperti Palembang sudah pernah mengikuti penilaian kota dengan standard internasional yang lebih baik dari standard di Indonesia. Sehingga bukanlah hal sulit untuk memenuhi kriteria penilaian di dalam negeri.

Sementara itu kota-kota lainnya tentunya akan melakukan perbaikan dengan bertumpu pada kota-kota yang telah mengikuti kriteria standard internasional. Dengan peningkatan itu, kota-kota akan melakukan inovasi untuk memenuhi Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dari Program Adipura. “Bagaimana pengelolaan kota dilakukan secara utuh antara sampah, air dan udara,” ungkap Hermin.

Penilaian aspek lingkungan hidup ini akan mulai dilakukan secara kualitatif terlebih dahulu selama tiga tahun ke depan sejak 2011 sebelum meningkat ke kuantitaif di tahun-tahun berikutnya. Menurut Hermin, selain hasil pengukuran kualitas sungai harian kota, penilaian juga akan dilakukan pada bagaimana inovasi dan gerakan penanganan untuk meminimalisasi pencemaran air agar BOD COD sungai menurun. Seperti ada tidaknya saringan di saluran air, sampah tidak dibuang ke sungai, pemakaian ditergen yang ramah lingkungan dan sebagainya.

Bentuk penilaian Program Adipura 2011 ini, di antaranya KLH menambahkan prosentase berapa sampah dari masing-masing kota, berapa sampah organik dan non organik, sudah melakukan komposting dimana dan digunakan untuk apa saja. Semuanya lebih untuk mengimplementasikan UU No. 18 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Penambahan kriteria ini akan diwujudkan dalam bentuk keputusan menteri dan akan dilakukan sosialisasi ke seluruh daerah.

Sebelumnya bentuk penilaian Program Adipura 2010 yaitu menambahkaan penilaian terhadap keberadaan sampah dan berapa sampah yang sudah diolah. Saat penilaian Program Adipura 2009, KLH menambahkan kriteria ada tidaknya fasilitas pengelolaan sampah di sumbernya (pasar dan rumah tangga) seperti komposting, pembuatan tas dari sampah plastik dan sebagainya.

read more

Nelayan Tojo Una Una tewas tertembak

Palu – Seorang nelayan diduga tewas tertembak saat mencari ikan dipulau Walea, Kabupaten Tojo Una Una. Kasus ini telah dilaporkan ke keluarga korban ke polsek Pagimana, Polres Banggai.
Menurut anggota Tim Advokasi Nelayan untuk Keadilan (TANUK) Saras Azzhara Melalui Press Rilisnya Ahad (29/8) informasi yang mereka himpun, kejadian berlangsung sekitar pukul 14:30, ahad 22 Agustus 2010 silam, saat korban Robby Kisman (14) bersama rombongan Nelayan lainnya masuk ke wilayah perairan Pulau untuk menangkap ikan . “kejadian itu berlangsung saat korban melakukan aktivitasnya sebagai nelayan, katanya.
Tiba tiba menurut Saras, dengan berdali mengamankan perairan, dua pria berbadan tegak dengan membawa senjata datang mendekati kapal bodi (perahu besar) yang digunakan rombongan nelayan.
Setelah mengelilingi kapal nelayan sebanyak dua kali dengan menggunakan sebuah speed boad, dari jarak sekitar 100 meter, salah seorang pria tersebut melepaskan tembakan dan mengenai kepala korban Robbi Kisman yang saat berada didalam kapal bodi, dalam keadaan jongkok. Karena takut saat mendengar tembakan. Usai penembakan tersebut rombongan nelayan kemudian membawa korban ke rumah duka. Dipulau tanjung jepara, Tojo Una Una dalam keadaan tewas.
Keluarga kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Pagimana dengan No Pol : STTL LP/27/VIII/2010/Res Banggai/Sek Pgm. Dalam siaran persnya TANUK melalui bagian advokasi, Saras mengatakan, ebberapa saksi yang saat kejadian itu bersama korban berkata, kedua pria menggunakan senjata laras panjang itu. Merupakan Bripda RS dan Bripda HD yang merupakan anggota Polsek Walea Besar, Polres Tojo Una-Una.
Sementara Kapolres Tojo Una-Una AKBP Zainal Abidin hingga Ahad malam belum dapat dihubungi wartawan, beberapa kali media ini mencoba melakukan konfirmasi terkait kasus tersebut, namun nomor telepon yang biasa digunakan Kapolres Zainal Abidin berada diluar jangkauan atau tidak dapat dihubungi.
TANUK meminta kepada pihak kepolisian Daerah (Polda) Sulteng untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus ini (banjir).
(Sumber Media Alkhairaar/30 Agustus 2010)

read more