'/>
Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

PEMBANGUNAN PESISIR DAN LAUT TELUK PALU “Antara Harapan dan Bencana Masa Depan”



Wilayah pesisir teluk palu terdiri atas 26 Desa/ Kelurahan yang masuk dalam wilayah administrative Kab. Donggala dan Kota Palu dengan potensi SDA yang cukup besar, baik yang berada disepanjang pesisir maupun yang ada diwilayah laut teluk palu. Jika melihat model pembangunan disepanjang pesisir teluk palu yang saat ini diterapkan oleh Pemda (Kab.Donggala dan Kota Palu) secara jelas dan nyata adalah untuk Peningkatan PAD. Hal ini dapat dilihat dari beberapa bidang usaha dipesisir teluk palu yang memberikan pemasukan terbesar bagi daerah yang perkembangannya juga sangat pesat, yaitu tambang galian C, tempat wisata (rumah makan/restoran, dan penginapan) dan
kawasan industri dipalu utara.Perkembangan bidang usaha tersebut secara kasat mata tidak dapat dibendung, dan secara nyata juga memberikan andil yang cukup besar bagi percepatan kerusakan lingkungan dan ekosistem yang mengancam kehidupan berkelanjutan diwilayah pesisir dan laut teluk palu.
Jika kita melihat Konstitusi Negara kita pada Amandemen ke-2 UUD 1945, pasal  28H ayat (1) menyatakan:  “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatam”, Secara nyata bahwa bidang usaha tersebut telah mematikan/ menurunkan pendapatan bidang usaha lainnya, seperti  nelayan (saat ini nelayan di Teluk Palu telah banyak beralih profesi, walaupun jumlah masyarakat sebagai nelayan diteluk palu tetap masih banyak). Dalam UU No.39/1999 tentang HAM, Pasal 3 dan UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada intinya menyatakan bahwa “Masyarakart berhak atas lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat”, secara nyata pengelolaan tambang galian C dipesisir teluk palu bertentangan dengan UU ini (cobalah untuk melintas dijalan menuju kota donggala dengan mengendarai sepeda motor,  dan apa yang anda rasakan ? serta dampak yang dirasakan masyarakat setempat). Dalam UU No 23/1997 juga menegaskan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan AMDAL. PP N0 51 tahun 1993 pasal 3 memuat dampak penting perencanaan terhadap lingkungan diantaranya : Jumlah manusia yang terkena dampak, Luas wilayah Persebaran dampak, Lamanya dampak berlangsung, Intensitas dampak, Banyaknya komponen lainnya yang terkena dampak, sifat komulatif dampak tersebut, berbalik (reversible), atau tidak berbalik (irreversible). Pertanyaannya, apakah semua  industri (pertambangan, rumah makan/ restoran, hotel/ penginapan, rumah sakit) memiliki AMDAL ?, dan apakah juga memperhitungan kerusakan alam dan lingkungan yang diakibatkannya ?, dapat saja PAD yang diharapkan justru menimbulkan kerugian yang sangat besar dari penerimaan PAD, tentu saja anak, cucu kita yang merasakannya (walaupun saat ini sudah dirasakan dampaknya).  Dalam kaca mata pemerintah daerah bahwa itulah resiko dari pembangunan, pertanyaannya kemudian apakah kita menerima resiko tersebut ?. Keputusan Presiden No 32 tahun 1990, Pasal 1 menegaskan bahwa, Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sementara pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami yang berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap prikehidupan pantai dan lautan.  Papal 13 : Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi panta,  Pasal 14 : Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Jika kita melihat apa yang terjadi disepanjang pesisir teluk palu, dengan maraknya pembangunan yang sampai kewilayah laut dan juga reklamasi pantai, secara jelas dan nyata tidak sesuai dengan peraturan ini, sementara izin pengelolaan dan izin mendirikan bangunan sangatlah mudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah, dengan slogan untuk PAD. Saat ini (baca: tahun 2005) Pemerintah Propinsi (DPRD Propinsi) telah menetapkan Peraturan Daerah tentang retribusi reklamasi pantai. Dapat diasumsikan bahwa peraturan daerah ini telah melegalkan kepada siapa saja untuk melakukan reklamasi pantai, asalkan membayar retribusi kepada daerah dan  peraturan menyangkut perlindungan sempadan pantai lagi-lagi tidak menjadi hambatan bagi daerah untuk melaksanakan pembangunan dan sekaligus menjadi ancaman masa depan teluk palu.
Dari model pembangunan yang dikembangkan dikawasan pesisir dan laut teluk palu, dapat dikatakan akan menjadi ancaman masa depan bagi manusia, lingkungan/alam dan ekosistem dilaut teluk palu. Saat ini  Pemerintah kita termasuk pemerintah daerah memfokuskan pembangunan yang semata-mata menghasilkan pajak, retribusi, royalty, pemilikan saham dan deviden, yang pada usaha tambang galian C (yang ada dipesisir teluk palu) merupakan unsure yang mudah menghasilkan PAD, dengan melupakan nilai-nilai yang kekal dari kehadiran usaha tersebut. Pada hakikatnya tambang apapun dan sebesar apapun ia tetap mempunyai tahap akhir, dan tidak selalu usaha-usaha rehabilitasi bekas tambang itu dilakukan. Pertanyaan yang kerap kali tampil, khususnya diantara penduduk setempat, apa yang akan ditinggalkan oleh perusahaan tambang, bila tambang akan ditutup, untuk melanjutkan kehidupan yang layak bagi penduduk setempat.
Jika masyarakat dan Pemda (Propinsi Sulteng, Kab. Donggala dan Kota Palu) ingin membangun wilayah pesisir dan laut teluk palu maka masalah pembangunan sangat erat kaitannya dengan tidak adanya kensep pengelolaan pesisir dan laut teluk palu yang berkelanjutan dan lestari sebagai satu kesatuan wilayah kawasan yang masuk dalam administratif pemerintahan Kab. Donggala dan Kota Palu, dan seharusnya ini menjadi blueprint Pemerintah Propinsi dalam melaksanakan pembangunan pesisir dan laut teluk palu, juga menyangkut Inkonsistensi dalam implementasi Perda yang bertentangan dan atau tidak sesuai dengan Perundang-Undangan yang berlaku dinegara kita, belum adanya Tata ruang yang mencakup wilayah pesisir dan laut teluk palu (Dinas Pertanian dan Kehutanan masih mengusulkan penyusunan tata ruang pesisir dan laut teluk palu), Inkonsistensi dalam implementasi tata ruang termasuk tumpang tindih dalam penggunaan lahan seperti mudahnya pemerintah daerah mengeluarkan izin usaha dan izin mendirikan bangunan diwilayah pesisir pantai tanpa memperhatikan aspek lainnya yang digunakan sebagai dasar pemberian izin (termasuk tata ruang dan perundang-undangan mengenai perlindungan sampadan pantai dan Pengelolaan lingkugan hidup), minimnya jangkauan sosialisasi penataan ruang dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaannya. Permasalahan lain adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelestarian terumbu karang dan hutan mangrove serta kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar Teluk Palu masih rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya elsploitasi terumbu karang, penghancuran hutan mangrove dan pengkaplingan wilayah sempadan pantai di kawasan pesisir Teluk Palu, Maraknya pencemaran Teluk Palu yang bersumber dari ulah dan aktivitas masyarakat memproduksi limbah diperparah dangan relatif rendahnya inisiatif dan kesadaran semua pihak dalam mencegah dan menanggulangi pencemaran. Kesemua permasalahan tersebut adalah merupakan bencana masa depan kawasan pesisir dan laut teluk palu.
Secara umum ada  15 prinsip dasar yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan kawasan pesisir yaitu Sistim sumberdaya (resources system) yang unik yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan serta mengelola pembangunannya, air merupakan factor kekuatan penyatu utama (the major integrating forces) dalam ekosistim kawasan pesisir, Tata ruang  darat dan laut harus direncanakan serta dikelola secara terpadu, daerah perbatasan daratan dan lautan hendaknya dijadikan focus utama (vocal point), batas kawasan pesisir harus ditetapkan berdasarkan isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptis, factor  utama dari pengelolaan kawasan pesisir adalah untuk mengkonversi sumberdaya milik bersama (common property resources), pencegahan kerusakan akibat bencana alam secara terpadu, semua tingkat pemerintahan harus diikut sertatakan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir (menghilangkan tumpang tindih kebijakan sektoral di daerah), pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam, Evaluasi manfaat ekonomi dan social dari ekosistim pasisir, partisipasi masyarakat, konversi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan menjadi tujuan utama, pengelolaan multi guna (multiple uses) dan pemanfaatan multi guna secara berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai, serta Analisa dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan kawasan pesisir secara efektif. ( Agus Darwis)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda