'/>
Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Pengabaian Hak Atas Lingkungan Hidup di Teluk Palu

Pemahaman Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana hak sipil politik, hak ekonomi, sosial dan budaya, hak atas pembangunan serta Hak Atas Lingkungan merupakan hak universal yang melekat manusia dan menjadi kewajiban masyarakat serta Negara untuk dtegakkan dan dipenuhi sepanjang masa. Sementara dalam African Charter on Human and People Rights merupakan instrumen yang pertama dalam kawasan regional mengadopsi hak-hak tersebut, Pasal 21 ayat (1) African Charter menyatakan "Semua rakyat dapat secara bebas mengatur segala kekayaan dan sumber daya mereka. hak ini dilaksanakan atas kepentingan ekslusif  bangsa. Tidak dibenarkan suatu bangsa marampas upaya penghidupan sendiri". Juga resolusi PBB 1803 (XVII) 14 Desember 1962 bahwa kedaulatan atas sumber daya alam merupakan hak rakyat untuk dengan bebas mengatur kekayaan sumber daya alam mereka, juga dalam resolusi PBB 3281 (XXIX) 12 desember 1974 yang mana salah satu tujuannya adalah guna menciptakan kondisi perlindungan, pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
sementara dalam agenda 21 KTT Bumi Rio De Jenario 1992 yang pada intinya juga telah meletakkan paradigma pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) sebagai ideology pembangunan. Hak atas lingkungan sebagai HAM, baru dapat pengakuan dalam bentuk kesimpulan oleh sidang komisi tinggi HAM pada bulan april 2001, bahwa " Setiap orang memiliki hak hidup di dunia yang bebas dari polusi bahan-bahan beracun dan degradasi lingkungan hidup". Dalam Konstitusi Negara Kita, pada Amandemen ke-2 UUD 1945, pasal 28H ayat (1) menyatakan: " Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan  lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Secara tegas juga tercantum dalam pasal 5 dan 8 UU No.23/1997, tentang pengelolaan lingkungan hidup bahwa : " Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat", demikian juga dalam UU No.39/1999 tentang HAM, pasal 3 menyebutkan " masyarakat berhak atas lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat".
secara umum uraian tersebut memperlihatkan betapa pentingnya komponen lingkungan hidup dalam menunjang dan memenuhi hak hidup manusia sebagaimana hak atas lingkungan berkaita dengan pencapaian kualitas hidup manusia. Masih ada begitu banyak kebijakan yang juga secara langsung berhubungan dengan lingkungan seperti UU No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang, UU No.27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, UU No.10 tahun 2009 tentang pariwisata. Tapi ternyata kebijakan tersebut tidak mampu mengendalikan pengrusakan lingkungan. Salah satu sebabnya adalah pelaksana dari kebijakan tersebut justru tidak menjadikannya sebagai landasan dalam pelaksanaan dalam pembangunan. Jika kita lebih khusus apa yang ada kita, menyangkut pengelolaan pesisir pantai dan laut teluk Palu yang berada di dua wilayah ad-ministrasi yaitu Kabupaten Donggala dan Kota Palu, mulai dari pesisir pantai tanjung karang sampai pesisir pantai Lero. Kita akan melihat kerusakan lingkungan pengalihan fungsi kawasan pesisir dan semakin besarnya endapan pasir dari sungai Palu yang bermuara di teluk Palu.
Reklamasi pantai untuk pendirian bangunan permanen yang tidak di dahului dengan analisis dampak lingkungan serta izin mendirikan bangunan (Nanti setelah bangunan berdiri tiba-tiba pemerintah mengeluarkan IMB), Tambang galian C yang debunya sangat mengganggu pengendarav sepeda motor pembuangan limbah kelaut dan masih banyak lagi aktifitas yang merusak lingkungan yang secara nyata telah melanggar UU No.28 Tahun 2002, UU No.27 Tahun 2007 dan UU No.10 Tahun 2009 tentang Pariwisata. tetapi ternyata Pemerintah daerah di dua Wilayah ini SEAKAN ADA SESUATU YANG MEMBUTAKAN MATA, PIKIRAN DAN NURANINYA AKAN HAL INI, secara tiba-tiba izin izin mendirikan bangunan dikeluarkan setelah bangunan berdiri walaupun mendapat protes dari masyarakat sekitar karena telah menghilangkan fungsi dari kawasan pesisir pantai dan nafkah hidup masyarakat setempat.
Pemerintah daerah tidak peduli dengan lingkungan berkelanjutan, kebijakan sektoral yang isinya jelas-jelas hanya untuk kepentingan Pendapatan Daerah (PAD), padahal kalau kita lebih cermat dan lebih menghargai ilmu pengetahuan maka apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mengeluarakan sebanyak-banyaknya izin pengelolaan pertambangan dan pendirian bangunan di wilayah sempa dan pantai adalah merupakan legitimasi percepatan proses penghancuran lingkungan hidup melalui kebijakan daerah dalam bentuk perda dan izin mendirikan bangunan/restoran/perhotelan disekitar pesisir teluk Palu. para pejabat dan pimpinan daerah, tidak jeli atau memang pura-pura tidak tahu. proses penghancuran lingkungan dengan slogan demi PAD.
Pemerintah Propinsi, Kab. Donggala dan Kota Palu, apabila tidak menyusun konsep pengelolaan teluk palu yang lestari dengan berasaskan bahwa lingkungan hidup merupakan hak asasi manusia yang harus terpenuhi, maka dapat di prediksi bahwa dalam 20 tahun akan datang teluk Palu akan menjadi keranjang sampah dari industri perhotelan, rumah tangga dan juga tambang galian C, dan ini akan dapat menjadi Bom waktu yang siap meledak 20 tahun akan datang, yang bisa dipastikan kerusakannya tidak sebanding dengan PAD yang diperolehnya dan siap dicaci maki oleh anak cucu kita dikemudian hari.
Kalau kemudian Pemerintah Daerah benar-benar tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat dan juga untuk menghindari bencana dikemudian hari, maka harapannya, Pemerintah dapat lebih menghargai hak atas lingkungan hidup dan manusia di sekitar pesisir dan laut teluk Palu, olehnya itu dibutuhkan konsep pengelolaan pesisir dan laut teluk Palu dalam suatu kesatuan dengan tidak menhilangkan wilayah-wilayah Publik dan teluk Palu tidak dilihat dari batas wilayah administrasi Kab. Donggala dan Kota Palu. serta memahami bahwa lingkungan hidup yang bersih, sehat, lestari dan bebas dari ancaman kerusakan, hal itu nerupakan hak setiap individu.  
Penulis : Agus Darwis, SH  
Wakil Koordinator LPS-HAM Sulteng dan Koordinator Advokasi untuk Keterbukaan Informasi Publik
(Sumber : Media Alkhairaat 11/10/10)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda